Artikel Perkembangan Islam di Indonesia
Pengertian Animisme
Kata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang
berarti 'roh'.
Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus
dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan
dengan agama wahyu.
Paham animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini
(seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa
yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan
membantu mereka dalam kehidupan ini.
Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat.
Seperti, kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering
keluar masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan
melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk
kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh
tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika
hidup.
Kepercayaan semacam ini hampir sama dengan keyakinan
reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak lain adalah pemahaman masyarakat Hindu
dan Budha yang percaya bahwa manusia yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam
dunia dalam wujud yang lain. Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya
ia akan ber-reinkarnasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan
perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor babi.
Sebagai contoh,
ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga
bahwa apilah yang paling berhak ia sembah karena api telah memberikan
pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api
memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia
akan menyembahnya.
Atau contoh
lainnya, seperti penyembahan masyarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat
mengagungkan dan menghormati matahari karena mereka percaya bahwa matahari-lah
yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang memancar ke seluruh
dunia.
Karena sebab
itulah, mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka menyembah Allah karena
mereka bodoh dan jahil dalam mengenal Tuhan.
Sejarah Lahirnya
Paham Animisme dan Dinamisme Keberadaan paham atau aliran animisme dan
dinamisme ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah
diketahui bersama bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban
nusantara. Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama
Islam.
Namun, sebelumnya
ada periode khusus yang berbeda dengan zaman Hindu-Budha. Masa itu adalah masa
pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada
saat itu, masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat
komunikasi.
Perkataan
dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam
bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki
arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini
memiliki kekuatan ghaib.
Dalam Ensiklopedi
umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang
ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut
juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda
atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan.
Maksud dari arti
tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan
diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal
dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir
dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di
luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain
yang dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya.
Manusia tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa
tenang jika ia selalu berada di samping zat itu.
Kata
"Hindu" berasal dari kata Sanskerta Sindhu (Dewanagari: सिन्धु). Dalam bahasa
Persia abad pertengahan, "Hindo" merujuk kepada kata Avestan kuno
Hendava (Sanskerta: Saindhava), yang berarti penghuni sungai Sindhu.
Penggunaan kata
"Hindu" untuk "Sindhu", merujuk kepada orang-orang yang
tinggal dekat dengan sungai Sindhu atau di sepanjang sungai tersebut. Daratan di aliran sungai tersebut kemudian
dikenal sebagai "Hindostan" (Persia modern: Hindustan).
Agama bangsa
India (disalah ucapkan sebagai Hindu) kemudian dikenal sebagai "agama
Hindu" oleh bangsa lain, karena bangsa India tidak memiliki sebuah istilah
untuk praktek keagamaan mereka yang berbeda-beda. Mungkin juga kata "Hindu"
berasal dari istilah yang biasa digunakan di antara umat Hindu sendiri, dan
diserap oleh bahasa Yunani sebagai Indos dan Indikos ("bangsa
India"), ke dalam bahasa Latin sebagai Indianus.
Seorang Hindu
(Dewanagari: हिन्दू) adalah penganut filsafat dan sastra-sastra agama Hindu, sebuah sistem
keagamaan, filsafat dan budaya yang berasal dari anakbenua India.
Kurang lebih ada
920 juta pengikut agama Hindu di dunia, atau 13,5% penduduk dunia menganut
agama Hindu, sehingga agama Hindu menjadi agama terbesar ketiga di dunia,
setelah agama Kristen dan Islam. Sekitar 890 juta orang Hindu tinggal di India, sedangkan sisanya menyebar
ke negara-negara lain.
Negara-negara
dengan penduduk Hindu yang cukup banyak antara lain Afrika Selatan, Bangladesh,
Belanda, Fiji, Guyana, Inggris, Indonesia, Kanada, Malaysia, Mauritius, Myanmar
(Burma), Nepal, Singapura, Sri Lanka, Suriname, Trinidad dan Tobago.
Sejarah agama
Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta
Gautama. Adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia.
Selama masa ini,
agama ini sementara berkembang, unsur kebudayaan India ditambah dengan
unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia
Tenggara.
Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan
mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran
tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya
ditandai dengan masa pasang dan surut.
Kehidupan Buddha
Menurut tradisi
Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari klan Sakya pada
awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang
bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Beliau
juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum
Sakya").
Setelah kehidupan
awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu
(kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan
kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada
hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian
meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang
pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu
mencari jalan tengah (majhima patipada ?). Jalan tengah ini merupakan sebuah
kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan
kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.
Bassis penyebaran
Islam:
- Pariaman
di Sumbar
- Gresik
dan Tuban di Jatim
- Demak
di Jateng
- Banten
di Jabar
- Palembang Sumsel
- Banjar
di Kalsel
- Makassar
di Sulsel
- Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo di
Maluku
- Sorong
di Irian Jaya
Perkembangan Islam di Sumatra
Abad ke-13, di Sumatra telah berdiri kerajaan Islam Samudera
Pasai yang merupakan kerajaan Islam Pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak
di pesisir timur laut Aceh (sekarang=Kab. Lhokseumawe).
2. Tahun 1514 di ujung utara pulau Sumatera berdiri
kesultanan Aceh dikenal dengan nama Aceh Darussalam.
Kemunculan kerajaan samudera pasai adalah hasil islamisasi
daerah pesisir pantai yang dilakukan pedagang muslim pada abad ke-7.
Samudera pasai memiliki hubungan dengan Sultan Delhi India
(tahun 746H/1345M)
Ibnu Batutah
pengembara dari Maroko yang sempat singgah ke samudera pasai
Samudera Pasai
merupakan tempat pusat studi agama Islam dan berkumpulnya para ulama’.
Tahun 1521
samudera pasai ditaklukkan Portugis dan mendudukinya selama 3 tahun.
Aceh Darussalam
Tahun 1514 Sultan
Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Islam Aceh yang dikenal dengan nama
Aceh Darussalam. Puncak kejayaan kerajaan ini pada masa Sultan Iskandar Muda,
yakni kemajuan dibidang ekonomi dan pemerintahan dan menjalin hubungan dengan
kerajaan Turki Usmani (Ottoman). Adat Mahkota Alam adalah undang-undang yang
disusun dan diberlakukan di kerajaan itu. Selain itu, hukum Islam dilaksanakan
dengan tegas.
Ulama dari
gujarat yang menulis di kesultanan Aceh adalah Syeh Nuruddin ar Raniri menulis
kitab Sirat al Mustaqim dan Bustan at Salatin.
“Mati anak ada
makamnya, mati hukum kemana lagi kan dicari keadilannya”.
Kemunduran
kerajaan ini adalah setelah Sultan wafat, diganti oleh menantunya dan
diteruskan oleh sultanah (sultan wanita) 4 periode berturut-turut. Tahun 1874
Belanda menyatakan Aceh dan daerah taklukkannya menjadi milik Belanda.
Maulana Malik
Ibrahim
Maulana Malik
Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand,
Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma
menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap
As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik
Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah
menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di
Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak
adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang
menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10
dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Syeh Maghribi
panggilan akrabnya, karena berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Adalah
orang Islam pertama yang masuk Jawa. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di
Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah
menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat
(dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa
cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim
hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa versi menyatakan bahwa
kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni
desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan
Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar,
9 kilometer utara kota Gresik.Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu
adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan
pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga
menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib,
kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari
Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta
yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari
tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi
dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama
di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di
kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
files.wordpress.com/2007/05
Sunan Ampel
Pada masa
kecilnya bernama Raden Rahmat, dan diperkirakan lahir pada tahun 1401 di
Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van
Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang
terletak di Camboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di
Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orangtua Sunan Ampel
adalah Ibrahim
Asmarakandi yang berasal dari Champa dan menjadi raja
di sana.Ibrahim Asmarakandi disebut juga sebagai Maulana Malik Ibrahim. Ia dan
adiknya, Maulana Ishaq adalah anak dari Syekh Jumadil Qubro. Ketiganya berasal
dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Suanan Ampel menginginkan masyarakat
menganut keyakinan Islam yang murni.
Sejarah
dakwahnya
Di Kerajaan
Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya
merubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan
putri Champa, dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim
hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.
Sejarah
dakwahnya
Di Kerajaan
Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya
merubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan
putri Champa, dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim
hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.
Sunan Ampel
datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati.
Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang
bernama Prabu Kertawijaya.
Sunan Ampel
menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang
bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu: Putri Nyai
Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin
(Sunan Drajat) dan seorang putri yang kemudian
menjadi istri Sunan Kalijaga.
Sunan Ampel
diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat
Masjid Ampel, Surabaya.
dikutip dari “http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Ampel“
Sunan Bonang
Beliau dilahirkan
pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra
Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten
Jepara. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makamnya berada di
kota Gresik. Memusatkan dakwahnya di Tuban Metode dakwahnya menyesuaikan diri
dengan kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari wayang dan musik gamelan.
Nama-nama dewa diganti dengan nama-nama Malaikat. Beliau wafat di Tuban 1525.
Karya Sastra
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil.
Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa’id Al
Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tombo Ati yang kini masih sering
dinyanyikan orang. Apa pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu
diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti
Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh
G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan
Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.
Keilmuan
Sunan Bonang juga
terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Beliau mengembangkan ilmu (dzikir) yang
berasal dari Rasullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan
pernafasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya
Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau
jurus yang Beliau ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28
huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya’. Beliau menciptakan Gerakan
fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat
mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak
murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah
mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur’an. Penekanan
keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk
melakukan Sujud atau Sholat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan
oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan
diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid
Indonesia.
Referensi
B.J.O. Schrieke,
1916, Het Boek van Bonang, Utrecht: Den Boer
G.W.J. Drewes, 1969, The admonitions of Seh Bari : a 16th
century Javanese Muslim text attributed to the Saint of Bonang, The Hague: Martinus
Nijhoff
Diperoleh dari
“http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Bonang“
Tombo Ati
(Obat Hati)
Masuk Kategori:
Hikmah
Tombo Ati
(Obat Hati)
Tombo Ati iku
limo perkorone
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine
sopo iso ngelakoni
Mugi-mugi Gusti ALLOH nyembadani
Obat Hati ada
lima perkaranya
Yang pertama baca Qur’an dan maknanya
Yang kedua sholat malam dirikanlah
Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perbanyaklah
Salah satunya
siapa bisa menjalani
Moga-moga Gusti Allah mencukupi
Sunan Giri
Nama asli Raden
Paku,putra dari Raden Maulana Ishak. Pendiri dan pembina pesantren di Giri
dengan mengkader muridnya menjadi juru dakwah yang dikirim ke Madura, Bawean,
Kangean, Ternate dan Tidore. Pendidik yang berjiwa demokratis melalui berbagai
permainan yang berjiwa agama, seperti jelungan, gendi ferit, cublak-cublak
suweng, dan ilir-ilir. Beliau wafat di Giri-Gresik 1506.
Di masa kecilnya
Sunan Giri berguru kepada Sunan Ampel dan berkenalan dengan Sunan Bonang.
Disebutkan bahwa Sunan Giri dan Sunan Bonang kemudian bersama-sama pergi
belajar ke tanah Arab. Setelah kembali ke Jawa, ia kemudian mendirikan sebuah
pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa
Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah ia yang sebelumnya dikenal dengan nama
Raden ‘Ainul Yaqin, mulai dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
Pesantren Giri
kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di
Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan
Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang
disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa
generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.
Terdapat beberapa
karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan
Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir
dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti
Asmaradana dan Pucung.
sumber :
id.wikipedia.org
Sunan Drajat
Raden Qosim/
Syarifuddin adalah nama
aslinya, putra dari sunan Ampel. Dakwahnya dengan menggunakan pendekatan kultural. Yakni dengan
menciptakan tembang pangkur. Perhatian serius pada masalah sosial dan
orientasi kegotong royongan. Beliau wafat di Sedayu-Gresik abad ke-16.
Sejarah
singkat
Sunan Drajat
bernama keciI Syarifuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal
cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau mengambil tempat di desa
Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan sebagai
pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Beliau memegang
kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak
selama 36 tahun.
Beliau sebagai
Wali penyebar Islam yang terkenal sosiawan sangat memperhatikan nasib kaum
fakir miskin, terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru
memberikan ajaran. Motivasi
lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan
dan menciptakan kemakmuran. Usaha kearah itu menjadi lebih mudah karena Sunan
Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.
Sebagai
penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya
menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi
warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan
Demak I pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Wewarah
pengentasan kemiskinan Sunan Drajat kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh
dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke
tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
Memangun resep
teyasing Sasomo (kita
selalu membuat senang hati orang lain)
Jroning suko
kudu eling Ian waspodo
(didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada) Laksitaning
subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk
mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk
rintangan) Meper Hardaning Pancadriya
(kita harus selalu menekan gelora nafsu - nafsu) Heneng - Hening - Henung
(dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening
itulah kita akan mencapai cita - cita luhur). Mulyo guno Panca Waktu
(suatu kebahagiaan lahir bathin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu)
Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe,
Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan
(Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat
yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri
perlindungan orang yang menderita).
sumber : (www.lamongan.go.id)
id.wikipedia.org
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450
dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya,
Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon,
nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga
berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Dalam satu
riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi
Rakayuh dan Dewi Sofiah.
Ketika wafat,
beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini
hingga sekarang masih ramai diziarahi orang. Kalijaga adalah perpaduan bhs.
Arab qadi zaka (pemimpin yang menegakkan kebersihan dan kesucian).
Dakwahnya intelektual dan aktual sehingga para bangsawan dan cendekiawan banyak
yang bersimpati padanya. Beliau yang mengembangkan wayang menjadi media dakwah
dengan cerita bercorak Islami. Mengembangkan seni suara, seni ukir, seni busana dan seni pahat dan
kesusastraan.
Sejarah
Hidup
Masa hidup Sunan
Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia
mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak,
Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546
serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
Sejarah
Hidup
Masa hidup Sunan
Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia
mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak,
Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546
serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia
ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak.
Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid
adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia
punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.
Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik
(pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah.
Ia sangat toleran
pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan
sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga
terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang,
gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk
ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul.
Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon
carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu (”Petruk Jadi
Raja”). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta
masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah
tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui
Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen,
Banyumas, serta Pajang.
sumber :
www.id.wikipedia.org
Sunan Kudus
Nama aslinya
Jakfar Sadiq. Menyiarkan agama di daerah kudus dan sekitarnya.ahli dalam ilmu fiqh,
usul fiqh, tauhid, hadis dan tafsir. oleh karena itu beliau dijuluki waliyulilmi.
Penyebaran agamanya dilakukan dengan pendekatan kultural, menciptakan
berbagai cerita agama, gending mijil. Sunan Kudus pernah menjabat sebagai
panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan
Prawoto, dia menjadi penasihat bagi Arya
Penangsang.
Selain sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga
menjabat sebagai hakim pengadilan bagi Kesultanan Demak. Dalam melakukan dakwah
penyebaran Islam di Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi sebagai sarana penarik masyarakat
untuk datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan Kudus juga membangun Menara
Kudus yang merupakan gabungan kebudayaan Islam dan Hindu yang juga terdapat
Masjid yang disebut Masjid Menara Kudus. Pada tahun 1530, Sunan Kudus
mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal
dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang
Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus, Jawa Tengah.Peninggalan lain
dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong
hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat
penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban
kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat
Kudus hingga saat ini.
sumber :
www.id.wikipedia.org
Sunan Muria
Adalah putra
Sunan Kalijaga dengan nama asli Raden Umar Sa’id, nama kecil Raden
Prawoto.Memusatkan kegiatan dakwahnya di gunung Muria 18 km sebelah utara kota
Kudus.
Menjadikan
desa-desa terpencil sebagai pusat dakwahnya pembelajaran agama dengan cara
kursus-kursus untuk kaum pedagang, nelayan, dan rakyat biasa.
Gaya berdakwahnya
banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah,
Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat
kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil
mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut
adalah kesukaannya.
Sunan Muria
seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan
Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai
masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara,
Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat
seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Sunan
Gunung Jati
Sunan Gunung Jati
atau Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok
ulama besar di Jawa bernama walisongo.Lahir di Mekkah 1448 adalah cucu Raja
Pajajaran, Prabu Siliwangi. Mengembangkan ajaran Islam di Cirebon, Majalengka,
Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa dan Banten.
Syarif
Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir.
Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro
Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon
yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian, Sunan Gunung
Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan.
Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah,
ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati
rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan
antar wilayah.Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga
melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan
sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal
Kesultanan Banten. Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya
untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran
Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di
Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati,
sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
Ilir ilir
Ilir ilir, ilir ilir,
tandure wus sumilir
Tak ijo royo royo, tak sengguh temanten anyar
Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna, kanggo basuh dodot ira
Dodot ira, dodot ira, kumitir bedah ing pinggir
Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane
Ya suraka, surak hiya
Ilir-ilir,
Ilir-ilir, tandure (hu)wus sumilir
(BI) Bangunlah,
bangunlah, tanamannya telah bersemi
(MS) Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan
bergerak. Karena saatnya telah tiba. Karena bagaikan tanaman yang telah siap
dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit)
telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
(BI) Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin
baru
(MS) Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan
seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa
kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.
Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi
(BI) Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu.
(MS) Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing
adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun Islam dan
sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk
memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar.
Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.
Lunyu-lunyu
penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira
(BI) Biarpun licin,
tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu.
(MS) Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada
upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena
kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat
kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan Kalijaga memerintahkan
orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima
waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan
untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu
seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.
Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir
(BI) Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek
(MS) Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan
ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti
pakaian yang telah rusak dan robek.
Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
(BI) Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Gustimu) nanti sore
(MS) Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu
disebut 'paseban' yaitu tempat menghadap raja. Di sini Sunan Kalijaga memerintahkan
agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan
cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah
SWT di hari nanti.
Mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane
(BI) Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang
(MS) Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, perbaikilah
kehidupan beragamamu.
Ya suraka, surak hiya
(BI) Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA
(MS) Di saatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya
bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragamanya dengan baik untuk
menjawabnya dengan gembira.
http://sad-ewing.staff.ugm.ac.id/
Semar, Gareng,
Petruk, Bagong
Dalam
perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga
tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong.
Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada
setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga
diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh
ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan
Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat
dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah
diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
http://www.tembi.org/wayang/punokawan.htm
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal
dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah
kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah
salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak
dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Hal ini dijadikan
kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan
terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri
sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah
rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan
dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Kerajaan Demak
Lokasi kerajaan
Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan
perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta
keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan
besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518).
Pada masa pemerintahannya
Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam
khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka,
setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran
Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi
keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan
sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan Demak
terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha
membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus
(1518 – 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga
Portugis kekurangan makanan.
Puncak kebesaran
Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 – 1546),
karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari
Jawa Barat sampai Jawa Timur. Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai
oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa
Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang
disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan
mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapatkan
rempah-rempah dari Pajajaran. Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis,
tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah
pimpinan Fatahillah.
Dengan
penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk
Jakarta.
Kemenangan
gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati
dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di
mana pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh
Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono
meninggal di Pasuruan. Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah
perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono)
dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra
Sekar Sedolepen). Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya
(Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun
1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti
bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Pintu Bledeg,
pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng
Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang
berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887
H.
Mihrab atau tempat pengimaman,
didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro
Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna
tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah
kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan
Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
Kesultanan
Pajang
Asal-usul
Sesungguhnya nama
negeri Pajang sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut
Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, ada seorang adik perempuan Hayam Wuruk
(raja Majapahit saat itu) menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i
Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Nama aslinya adalah Dyah Nertaja, yang
merupakan ibu dari Wikramawardhana, raja Majapahit selanjutnya.
Dalam
naskah-naskah babad, negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita
Rakyat yang sudah melegenda menyebut Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah
dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah
ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.
Ketika Majapahit
dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad), nama Pengging
muncul kembali. Dikisahkan putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun
diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang
pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh
penculiknya.
Atas jasanya itu,
Jaka Sengara diangkat Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan
Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat.
Kesultanan
Pajang
Menurut naskah
babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang
antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama
Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi
daerah bawahan Kesultanan Demak.
Beberapa tahun
kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memeberontak
terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru
mengabdi ke Demak.
Prestasi Jaka
Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu
Sultan Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang
saat itu meliputi daerah Pengging, Tingkir, Butuh dan sekitarnya.
Sepeninggal
Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas
dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu,
Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan
Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para
pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris takhta
Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.
Raja Pajang
1. Jaka
Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya
2. Arya
Pangiri bergelar Sultan Ngawantipura
3. Pangeran
Benawa bergelar Sultan Prabuwijaya
Jaka Tingkir
bergelar Sultan Hadiwijaya
Nama aslinya
adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging. Ketika ia dilahirkan, ayahnya
sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua
ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng
Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun
kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap
Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian
suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas
Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng
Tingkir).
Mas Karebet
tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru
pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan
dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng
Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Menjadi Sultan
Pajang
Prestasi Jaka
Tingkir sangat cemerlang hal ini dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir
sebagai bupati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas
Cempaka, putri Sultan Trenggana. Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546,
putranya yang bergelar Sunan Prawoto naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh
Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang juga membunuh
Pangeran Kalinyamat, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Jepara.
Kemudian Arya Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang,
tapi gagal. Justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta
memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Penangsang. Sepeninggal
suaminya, Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak Adiwijaya agar menumpas
Arya Penangsang karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan adipati Jipang
tersebut. Adiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena
sama-sama anggota keluarga Demak. Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara.
Barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan
Mataram sebagai hadiah. Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki
Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar
Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga menewaskan Arya
Penangsang di tepi Bengawan Sore.
Setelah peristiwa
tahun 1549 tersebut, Ratu Kalinyamat menyerahkan takhta Demak kepada Adiwijaya.
Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Adiwijaya sebagai
sultan pertama.
Pemerintahan
Arya Pangiri
Arya Pangiri
menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia
dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada
menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya
(Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang
terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu
Mataram. Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia
mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang.
Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya,
banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata
pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
Kekalahan Arya
Pangiri
Pada tahun 1586
Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya di Mataram. Kedua saudara angkat
itu berunding di desa Weru. Akhirnya diambilah keputusan untuk menyerbu Pajang.
Gabungan pasukan
Mataram dan Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya.
Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang
Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat ditaklukkan. Arya Pangiri sendiri tertangkap dan
diampuni nyawanya atas permohonan Ratu Pembayun, istrinya. Sutawijaya
mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta mengangkat Pangeran Benawa sebagai
raja baru di Pajang.
Pangeran
Benawa
Pangeran Benawa
adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak
kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang
mendirikan Kesultanan Mataram.
Sutawijaya
akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian
Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh
kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak. Benawa kemudian menjadi
adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk
menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang
adil dalam memerintah. Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha
balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga
warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian
menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi
mengungsi ke Jipang. Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan
pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri
dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun
Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di
Mataram.
Sejak itu,
Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan
Prabuwijaya.
Sepeninggal
Benawa, Kesultanan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram.
Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik
Sutawijaya. Setelah
meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
Kesultanan
Mataram
Kesultanan
Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan
dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang,
Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat
menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa
jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di
Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
Sutawijaya naik
tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar
Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat
ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok,
wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar
Udara Adisucipto sekarang. Lokasi
keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan,
kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede)
kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu
Hanyokrowati.
Pemerintahan
Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan
saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda
Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di)
Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang
yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita
penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama
Mas Rangsang.
Sultan Agung
Sesudah naik
tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal
dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari
pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira
gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi
kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram
Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara
Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan
Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan
antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia
digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Terpecahnya
Mataram
Amangkurat I
memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari
"Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena
banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan
besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC.
Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan
Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada
VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus
terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km
sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti
Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I
(1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak
menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana
I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik
baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah
Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta
tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian
Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota
Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan
politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan
bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli
waris" dari Kesultanan Mataram.
Kasunanan
Surakarta
1. Pakubuwana
I/Pangeran Puger (1704 - 1719), memerintah Kasunanan Kartasura
2. Pakubuwana II
(1745-1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke
Surakarta pada tahun 1745
3. Pakubuwana III
(1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah
wilayah kerajaannya.
4. Pakubuwana IV
(1788 - 1820)
5. Pakubuwana V
(1820 - 1823)
6. Pakubuwana VI
(1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal
dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
7. Pakubuwana VII
(1830 - 1858)
8. Pakubuwana
VIII (1859 - 1861)
9. Pakubuwana IX
(1861 - 1893)
10. Pakubuwana X
(1893 - 1939)
11. Pakubuwana XI
(1939 - 1944)
12. Pakubuwana
XII (1944 - 2004)
13. Dua orang
Pakubuwana XIII (2004 - sekarang), terjadi perebutan takhta antara Pangeran
Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.
Kasultanan
Yogyakarta
Daftar sultan
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
No. Nama Dari
Sampai Keterangan
1. Sri Sultan Hamengkubuwono I 13 Februari 1755 24 Maret 1792
2. Sri Sultan Hamengkubuwono II 2 April 1792 akhir1810
periode pertama
3. Sri Sultan Hamengkubuwono III akhir1810 akhir1811 periode pertama
4. Sri Sultan Hamengkubuwono II akhir 1811 20
Juni 1812 periode kedua
5. Sri Sultan Hamengkubuwono III 29 Juni 1812 1814 periode kedua
6. Sri Sultan Hamengkubuwono IV 9 November 1814 1823
7. Sri Sultan Hamengkubuwono V 19 Desember 1823 1826 periode
pertama
8. Sri Sultan Hamengkubuwono II 17 Agustus 1826 1828 periode ketiga
9. Sri Sultan Hamengkubuwono V 17 Januari 1828 1855 periode kedua
10. Sri Sultan Hamengkubuwono VI 5 Juli 1855 20 Juli 1877
11. Sri Sultan Hamengkubuwono VII 22 Desember 1877 29 Januari 1921
12. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII 8 Februari 1921 22 Oktober 1939
13. Sri Sultan Hamengkubuwono IX 18 Maret 1940 2 Oktober 1988
14. Sri Sultan Hamengkubuwono X 7 Maret 1989 sekarang
Peran
Strategis Ormas Islam
Menarik untuk
diamati bahwa tantangan dan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam tanah air
kita selama ini telah mendorong kebangkitan organisasi-
organisasi Islam
yang memainkan perannya secara nyata di dalam ranah kultural kehidupan bangsa
kita. Organisasi-organisasi Islam di tanah air kita, ada yang berhaluan
modernis dan nonmazhab, tapi ada pula yang berhaluan tradisionalis dan menganut
paham bermazhab. Namun demikian, semua organisasi Islam pada hakikatnya
menginginkan tenwujudnya kehidupan masyarakat yang berlandaskan pada
nilai-nilai dasar agama. Di situlah kita melihat peran dan sumbangan strategis
ormas Islam dengan kegiatan yang dilakukan selama ini bagi pembangunan umat dan
bangsa.
Dalam menghadapi
tantangan masa kini dan masa depan, ormas-ormas Islam perlu melakukan sinergi
program untuk membangun umat dan mengatasi masalah-masalah yang timbul menyangkut
kepentingan umat Islam secara keseluruhan tanpa memandang sekat-sekat
organisasi dan golongan. Dalam kaitan ini. pembangunan pendidikan,
penanggulangan kemiskinan, penanggulangan krisis akhlak, pengembangan dakwah,
serta koreksi terhadap paham dan aliran-aliran menyimpang dan sesat yang
belakangan ini meresahkan masyarakat, seharusnya menjadi agenda bersama
ormas-ormas Islam di tanah air kita. Dalam bingkai kesatuan bangsa, ajaran dan
nilai-nilai agama diakui perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk itu semua umat beragama mendapat jaminan untuk mengamalkan ajaran
agamanya baik dalam tataran individual maupun dalam tataran sosial
kemasyarakatan sehingga tercipta kehidupan yang baik di tengah-tengah
masyarakat.
Dikutip dari
sambutan: Mentri Agama RI
Sejarah
Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah
Muhammadiyah
didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan KHA Dahlan . Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai
seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan
pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para
pedagang. Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan
kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya.
Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam
waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar
daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air. Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada
laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum
pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran
untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang
telah dewasa. Beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun
1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919
mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Mendirikan
organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH.
A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga
menjadi pemimpinnya.
Cita-Cita
Hidup Muhammadiyah
1. Muhammadiyah
adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan
bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya
masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan
fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya,
sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi
penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi
dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah
dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an:
Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul:
Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
3. Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah:
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi
menurut ajaran Islam.
b. Akhlak:
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada
nilai-nilai ciptaan manusia
Cita-Cita
Hidup Muhammadiyah
c. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah
yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari
manusia.
d. Muamalah
Duniawiyah
Muhammadiyah
bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan
pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5. Muhammadiyah
mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah
berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan
Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur
dan diridhoi Allah SWT:
"BALDATUN
THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"
(Keputusan Tanwir
Tahun 1969 di Ponorogo)
Nahdlatul
Ulama
Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah
sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan
bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Paham Keagamaan
NU menganut paham
Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu
dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur
Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti satu
mazhab:Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali
dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali
kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali
ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik
dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan
negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan
dinamika sosial dalam NU.
Tujuan dan
Usaha Organisasi
Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran
Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usaha Organisasi
1. Di bidang agama,
melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak
pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang
pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,
untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal
ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan
sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3. Di bidang
sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai
dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang
ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan,
dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan
lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu
masyarakat.
5. Mengembangkan
usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi
masyrakat.
PROFIL PERSIS
Sejarah
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas
sejarah di Indonesia
pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan
pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat
Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam
kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah,
takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam
terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya
Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi”
Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi
masyarakat Islam Indinesia untuk melakukan pembaharuanIslam. Lahirnya Persis
Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di
kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran
akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam,
menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi
baru dengan cirri dan karateristik yang khas.
0 komentar:
Posting Komentar